Lagi-lagi, saya bukan akan menjadi penulis tentang manusia sebagai pengelola alam tetapi lebih ke menceritakan kembali sebuah pengalaman. Sebuah diskusi di antara para pemikir yang mungkin tidak akan berujung pada sebuah kesimpulan. Tapi kenapa tidak karena banyak sisi menariknya yang mungkin saying untuk dilewatkan. Menariknya justru karena pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan saya kira cukup mewakili pertanyaan-pertanyaan saya pribadi yang selama ini terpendam dan juga saya kira cukup mewakili pertanyaan-pertanyaan yang acap kali muncul di tengah-tengah masyarakat pada umumnya.
http://www.parapemikir.com/articles/6470/1/Manusia-Pengelola-Alam-Semesta/Page1.html
Jika anda cukup penasaran dengan sumber yang menjadi bahan diskusi, silahkan click link di atas. Sebuah tulisan dan argument yang teralur baik dari seorang teman yang bernama Sugeng. Hmm…sebenarnya saya selalu menghindari penulisan nama-nama asli diblog saya, tapi karena toh ini di publish oleh yang bersangkutan (dan parapemikir.com) dengan nama asli, jadi maafkan saya Sugeng kalo saya ikut mentenarkan nama-mu.
Tulisan sugeng, kalo anda baca mau tidak mau membawa kita ke sebuah diskusi tentang asal usul manusia, yaitu Nabiyullah Adam AS. Dan rujukan kita dalam hal ini adalah Al Qur’an. Diskusi pertama yang muncul setelah sugeng memaparkan tulisan beliau adalah seputar Al Baqarah ayat 30. Yang terjemahan bebasnya kurang lebih seperti ini
“Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, ‘sesungguhnya Aku hendak menjadikan seoarang khalifah di muka bumi’. Mereka (malaikat) berkata,’Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan engkau?’ Tuhan berfirman,’Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.
Mari sedikit merangkum apa yang dikatakan sugeng. Kenapa manusia di pilih sebagai khalifah? karena manusia memiliki potensi untuk itu. Potensi apakah yang dimiliki manusia sedemikian melebihi potensi malaikat yang ma’sum? Yaitu akal. Manusia pada unsur dasarnya adalah binatang. Tapi ketika ditiupkan ruh Allah ke dalamnya, dia menjadi mulia. Dalam konsep yang sama, karena di dalam diri tiap manusia terdapat ruh Allah itulah seluruh makhluk di perintahkan Allah swt untuk bersujud kepada manusia. Malaikat pun ikut bersujud (ingat bahwa dia adalah makhluk yang patuh), tapi iblis sebagai yang sombong dan takabur mengungkit-ungkit asal usul terbuatnya manusia, dan menganggap bahwa dirinya lebih mulia dibanding unsur dasar manusia, sedemikian iblis tidak mau bersujud kepada manusia. Keengganan dan ketidakmauan iblis ini (atas kesombongannya) membuat mereka melanggar perintah Allah, mereka enggan bersujud kepada manusia, sedemikian dia (iblis) dijanjikan neraka sebagai hakikat tempat nya.
Kembali bahwa manusia memiliki potensi melebihi malaikat dalam tingkatan paling tingginya, sedemikian derajat nya bisa lebih mulia dibandingkan para malaikat. Karena apa, sekali lagi karena akal yang dimilikinya. Akal ini membuatnya mampu berpikir, dan secara transenden dalam ke-tauhid-annya kepada Allah swt dapat mencapai level seperti para Rasul, Nabi, sahabat dan para wali Allah swt, mulia dan suci.
Tapi di lain pihak manusia pun dapat terjerat oleh belenggu hawa nafsu sedemikian derajatnya jatuh ke tempat terendah seperti Firaun dalam ke zalim annya.
Pertanyaan pertama – Bagaimana malaikat bisa tahu, bahwasannya manusia itu akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi? Padahal tidak ada manusia sebelumnya di muka bumi ini.
Pertanyaan kedua – Benarkah Adam adalah manusia pertama di muka bumi? Jika benar, bagaimana mungkin malaikat bertanya seolah-olah dia sudah pernah melihat manusia hidup di muka bumi
Pertanyaan ketiga – Jika Adam bukanlah manusia pertama, mungkinkah ada manusia sebelumnya di muka bumi tetapi belum memiliki tingkat pengetahuan seperti halnya Adam. Singkat kata, apakah konsep EVOLUSI itu berlaku?
Pertanyaan keempat – Jika Adam diciptakan ke bumi sebagai Khalifah, lantas kenapa dalam sejarahnya Adam justru digelincirkan (diturunkan) ke bumi dari syurga (yang hakikatnya lebih tinggi derajatnya dibandingkan bumi)? Kenapa justru yang akan menjadi khalifah itu adalah golongan seperti Adam yang diturunkannya saja dalam keadaan tergelincir ke muka bumi?
Begitualah singkatnya pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari parapemikir yang hadir saat itu. Sebetulnya mungkin lebih banyak pertanyaan-nya tapi saya tidak mampu mengingat dengan jelas satu per satu dari pertanyaan mereka, tapi kurang lebih ada empat pokok yang mejadi alur lanjut pembahasan yang dibawakan oleh Sugeng.
Untuk menjawab pertanyaan itu, sedikitnya ada tiga bagian dari Al Qur’an yang harus kita rujuk.
1- Al Baqoroh (2) ayat 30 dst
2- Al Hijr (15) ayat 28 dst
3- Shaad (38) ayat 72 dst
Mari kita baca dulu chapter2 di atas dan kita cari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
No comments:
Post a Comment