Sesekali Alex berdiri dan menulis di whiteboard beberapa istilah seperti eksistensi dan esensi dan dari situ dia bergerak lagi dengan semangatnya menerangankan berbagai klasifikasi dari eksistensi itu sendiri. Dalam semangat-nya terlihat jelas bahwa Alex adalah pembelajar sejati. Bukan, aku berani bilang kalau dia bukanlah seorang filsuf atau mungkin bisa di bilang belum, dan juga bukan seorang mantiqyun. Tapi dia memang pembelajar sejati. Saya sangat cukup kagum bahwa dari orang seperti dia bisa keluar sebuah argument tentang prolog filsafat. Dia menyuguhkan suatu wacana yang banyak orang tidak mau menyentuhnya. Bukan karena dianggap rumit dan tidak bisa dicapai dengan mudah secara akali tapi stigma dan paradigma orang menganggap bahwa filsafat adalah kuno dan sudah lama ditinggalkan. Lebih terkagum lagi, Alex memberikan wacana tentang pentingnya mengetahui filsafat ini di depan sekitar sekelompok orang seperti kami. Kami yang beragam. Kami yang saat itu berada di dalam satu ruangan hanya berdasarkan atas satu dasar pemikiran teolog yang sama, tapi memiliki pandangan dan tujuan berbeda-beda. Apakah kami teologist atau teolog sejati itu masih harus dibuktikan, tapi yang jelas dimana titik temu tentang teolog dan filsafat agak-agak akan susah diterangkan.
Apakah gelombang air laut itu ada? Itulah yang menjadi topik utama yang awalnya diangkat oleh Alex. Secara logika jawaban dari pertanyaan itu hanya ada dua, ada dan tidak ada. Tapi lantas alasan dan ilmu yang mencukupi lah yang akan mendasari jawaban ada dan tidaknya gelombang air laut itulah yang bakalan di perdebatkan. Alex menanyai kami satu demi satu tentang ada dan tidak nya. Sebagian besar menjawab ada, karena memang toh bisa dilihat dengan mata kepala bahwa gelombang air laut itu terlihat dengan jelas bergulung-gulung dan secara físika pun membuktikan bahwa dia adalah salah satu bentuk energy. Tapi lantas apakah dia selalu ada? Disemua tempat dan di setiap saat? Aku yang sangat-sangat awam dan sudah sangat di jejali oleh ilmu-ilmu dasar físika tanpa pemahaman logika yang kuat, menjawab bahwa gelombang air laut sebagai sebuah energi berarti kekal adanya, energi itu sifatnya hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Tapi pertanyaan berikutnya ketika gelombang itu berubah menjadi bentuk energi lain, lantas kita bisakah kita menyimpulkan bahwa gelombang itu masih ada? Hmm….sulit jira kita berhenti di situ saja. Karena memang ada dimensi lain misalnya waktu, yang juga harus diperhitungkan. Aku menjawab, gelombang laut disatu tempat bisa menjadi ada tapi setelah itu bisa berubah ke bentuk energy lain jika ada penyebab yang membuat dia berubah, misalnya energy angin, gaya tarik bulan, atau energy besar yang menghambat lainnya. Pertanyaan tidak berhenti sampai di dimensi waktu sebagai pembatas, dia bertanya bisakah kita menyebut bahwa gelombang laut itu ada jika ternyata Tuhan tidak menciptakan bumi? Bisakah kita menyembut gelombang laut itu ada jika ternyata Tuhan tidak menciptakan media apa pun (air) untuk gelombang itu merambat? Bisakah kita menyebut gelombang laut itu ada jika misalnya saat itu Belem ada pengetahuan tentang gelombang/fisika sama sekal.
Ternyata memang itulah yang dinginkan Alex, bahwa akan terjadi banyak pertanyaan dan pengklasifikasian atas jawabannya. Berikut aku mengkutif apa yang dia ungkapkan meski tak sepenuhnya aku mengerti. Bahwasan-nya eksistensi itu, atau ke-ada-an suatu objek bisa di bagi ke dalam species seperti seperti realitas objektif vs realitas mental, realitas keniscayaan vs kemungkinan, realitas baru vs lama, realitas yang tetap vs yang berubah, realitas tunggal vs berbilang, realitas potensial vs aktual, dan realitas substansi vs aksiden. Intinya inilah pembahasan filsafat, tentang eksistensi dan esensi suatu hal.
Ada satu jawaban dari seorang yang cukup membuat-ku juga kagum, sebutlah Nurul. Dia bilang bahwa sebenarnya tidaklah kita susah-susah membagi-bagi dan bertanya-tanya serta merunut secara detail toh semuanya sudah dijelaskan dalam Al Qur’an. Bahwa sanya baik itu gelombang, apa pun itu halnya selama dia adalah bukan Tuhan / Allah berarti dia mahluk. Dan mahluk itu sifatnya FANA karena KEKAL itu hanya sifat wajib TUHAN. Oleh karena itu, keberadaannya atau eskistensi sebuah gelombang jelaslah fana atau tidak ada, karena yang ada itu hanya TUHAN.
mmm…kembali ini, pemikiran logis dari seorang mantiqyun sejati seperti Nurul yang mematahkan perbincangan Alex tentang eksistensialitas sebuah hal. Aku sepenuhnya setuju dengan Nurul, tapi lantas pemikiran2 Alex pun diperlukan di dunia ini, karena inilah sebenarnya batasan ruang lingkup hidup kita. Dimana di dunia kita berkewajiban menjadi seorang khalifah yang mampu memproyeksi berbagai potensi menjadi sebuah realitas ilmu atau rekayasa dan inovasi. Pemikiran-pemikiran Alex tentang eksistensi dan esensi hanya dalam satu jam saja telah mengingatkan-ku kembali akan sebuah ilmu dasar físika. Jika saja hal ini dijadikan kebiasaan, maka bukan tidak mungkin pola pikir kritis akan terbentuk. Inilah kupikir yang diperlukan agar manusia tetap bisa tumbuh dalam potensi-nya, sebuah pola pikir kritis dan kebiasaan mempertanyakan dan mencari jawaban atas berbagai hal.
Terima kasih Alex dan Nurul. Dari satu hari saja..
No comments:
Post a Comment