February 29, 2008

LaTahzan, Jihad dan Sabar

Ada yang menarik dari pembahasan ustad Rusli Malik di hari Rabu kemarin yang membuat saya mau nggak mau harus merangkum agar kembali teringat apa yang telah diutarakan beliau. Dimulai dengan Ali Imron ayat 139 dimana diingatkan untuk “janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang –orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang beriman”. Ini adalah salah satu ayat yang menginspirasi kenapa nama pengajian kita adalah LaTahzan. Simply karena kita ingin anak-anak pengajian tidak ada yang bersedih, senantiasa selalu termotivasi untuk meningkatkan iman. Dengan gurauan-nya ustad mengingatkan alangkah baiknya jika minimal kita hapal ayat ini sebagai pengingat dan sumber inspirasi agar kita tidak pernah bersedih.

Ali Imron 140. jika kamu mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun mendapat luka. Dan masa (kemenangan dan kekalahan) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan supaya Allah membedakan orang-orang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang –orang yang zalim.
Ali Imron 141. Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.

Di sini diterangkan bahwasannya dalam berperang (Uhud) berlaku hal yang sewajarnya. Bukan hanya para sahabat nabi bahkan Nabi sekalipun dalam perang khandak itu terluka (tanggal gigi depannya) karena saking hebatnya peperangan itu sendiri. Dalam hal ini patut ditarik pelajaran bahwa tak selama nya peperangan yang dipimpin oleh Nabi sekalipun selamanya menang. Ingat lho, perang yang dipimpin oleh Nabi sekalipun, seorang Rasul tak selamanya menang, apalagi kita...mmm jadi berpikir, siapakah kita? sejauh mana perang kita sudah dilakukan dan sejauh mana usaha kita memenangkan perang ini.


Dan secara lebih luas lagi, kepemimpinan di dunia pun silih berganti, dahulu persia, kemudian romawi, kemudian islam, kemudian eropa, kemudian sekarang amerika yang menguasai. Bahwa umat islam tidak bisa berpangku tangan hanya dalam keislamannya agar bisa bangkit dan mendominasi peradaban, tapi di butuhkan usaha, layaknya bangsa-bangsa yang maju pada zaman-zaman nya masing-masing, mereka melakukan usaha-usaha dan penguasaan dalam beberapa bidang termasuk iptek kalo kita lihat dari dominasi Amerika Serikat sekarang ini. Di ayat ini Allah juga menjelaskan bahwa dengan seruah berperang itu, bisa dilihat mereka yang sungguh2 ingin menjadi syuhada dan yang hanya sebatas berbicara saja, karena kenyataannya pada zaman Rasulullah juga banyak kalangan-kalangan yang tidak bisa dipercaya, hanya menguar-nguar janji saja.

Ali Imron 142. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Ali Imron 143. Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; (sekarang) sungguh kamu telah melihatnya dan kamu menyaksikannya.

Salahsatu kunci surga adalah berjihad dan bersabar. Dua hal yang sepertinya banyak diulang-diulang di lain ayat/kesempatan. Sepertinya mudah tapi pada kenyataannya banyak sekali dari kita yang mudah menyerah dalam bersungguh-sungguh dan kurang bersabar. Tapi sekali lagi, kita patut bersyukur bahwasannya Allah memberikan petunjuk agar kita berjihad dan bersabar. Karena dua hal ini bukan saja kunci surga tapi juga kunci keberhasilan dalam setiap usaha yang kita lakukan, jika kita senantiasa bersungguh-sungguh, berencana dan disiplin (berjihad) dalam komitmen serta sabar maka sangat jarang kita berujung pada kegagalan melainkan keberhasilan. Pada ayat berikutnya di peruntukkan untuk para pemuda yang seperti telah dijelaskan sebelumnya, banyak yang berjanji perang dan ingin syahid membela islam di jalan Allah, mereka benar-benar membaktikan hidupnya untuk kejayaan islam.

Ali Imron 144. Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. Ada yang wafat karena terbunuh ada pula yang karena sakit biasa. Karena itu Nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat seperti halnya rasul-rasul yang terdahulu itu. Di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa Nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. Berita ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad itu seorang Nabi tentulah dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menenteramkan hati kaum muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). Abu Bakar r.a. mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan para sahabat di hari wafatnya Nabi Muhammad s.a.w. untuk menenteramkan Umar Ibnul Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan Nabi itu. (Sahih Bukhari bab Ketakwaan Sahabat).

Perlu diketahui bahwa sannya meski Nabi Muhammad SAW hidup pada zaman itu, banyak sekali yang hanya beriman pada Rasulullah, bukan pada risalah yang di bawa nya. Kita pada zaman sekarang tidak dapat melihat rasulullah tapi percaya akan apa yang beliau ajarkan. Ada juga kelompok2 yang sangat lemah imannya sedemikian ketika mendengar Nabi wafat (padahal tidak benar) mereka langsung berpaling dan yang lebih lemah lagi........mereka kadang banyak yang berpaling meskipun saat itu Nabi hidup di tengah-tengah mereka, dan memberikan pelajaran. Lihatlah apa yang di ungkapkan di surat Al Jumuah ayat 11. (jadi ingat kerumunan pedagang-pedagang di hari jum’at di depan-depan mesjid).


َإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki.

-------DISINI ustad rusli kembali mengingatkan beliau sendiri, bahwa sannya pada zaman itu, Nabi saja seorang Rasul yang kita cintai banyak yang melalaikan dan tidak menghiraukan, maka Ustad Rusli sudah sangat bersyukur jika saja pengajian LaTahzan itu tetap berjalan, berapa pun jumlah orangnya beliau sudah bersyukur masih bisa berjalan. Makanya beliau mengingatkan, bahwa berapa pun calon peserta mabit berikutnya, beliau akan tetap berkomitmen untuk melaksanakannya...hmm...jadi terharu sama niat baik dan kezuhud-an beliau mensupport kita semua. padahal di lain pihak, saya sendiri sering bermalas-malasan untuk datang ke pengajian...sedih.


Ali Imron 145. Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.

Disini kembali diungkapkan bahwa, Allah memberikan kebebasan dalam berusaha. Bagi mereka yang mengharapkan dunia atau akhirat pasti ada jalan dan petunjuk yang diberikan, maka sudah tentu selama mereka mengikuti petunjuk tersebut serta merta apa yang mereka usahakan akan di dapatkan. Dalam ayat lain juga di jelaskan agar mencari dunia dan akhirat secara seimbang karena islam itu menyukai pertengahan, bukan berlebih-lebihan seperti halnya doa yang akan diungkapkan dua ayat berikutnya.

146. Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.

147. Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."

February 24, 2008

Berkenalan dengan Filsafat

Sesekali Alex berdiri dan menulis di whiteboard beberapa istilah seperti eksistensi dan esensi dan dari situ dia bergerak lagi dengan semangatnya menerangankan berbagai klasifikasi dari eksistensi itu sendiri. Dalam semangat-nya terlihat jelas bahwa Alex adalah pembelajar sejati. Bukan, aku berani bilang kalau dia bukanlah seorang filsuf atau mungkin bisa di bilang belum, dan juga bukan seorang mantiqyun. Tapi dia memang pembelajar sejati. Saya sangat cukup kagum bahwa dari orang seperti dia bisa keluar sebuah argument tentang prolog filsafat. Dia menyuguhkan suatu wacana yang banyak orang tidak mau menyentuhnya. Bukan karena dianggap rumit dan tidak bisa dicapai dengan mudah secara akali tapi stigma dan paradigma orang menganggap bahwa filsafat adalah kuno dan sudah lama ditinggalkan. Lebih terkagum lagi, Alex memberikan wacana tentang pentingnya mengetahui filsafat ini di depan sekitar sekelompok orang seperti kami. Kami yang beragam. Kami yang saat itu berada di dalam satu ruangan hanya berdasarkan atas satu dasar pemikiran teolog yang sama, tapi memiliki pandangan dan tujuan berbeda-beda. Apakah kami teologist atau teolog sejati itu masih harus dibuktikan, tapi yang jelas dimana titik temu tentang teolog dan filsafat agak-agak akan susah diterangkan.

Apakah gelombang air laut itu ada? Itulah yang menjadi topik utama yang awalnya diangkat oleh Alex. Secara logika jawaban dari pertanyaan itu hanya ada dua, ada dan tidak ada. Tapi lantas alasan dan ilmu yang mencukupi lah yang akan mendasari jawaban ada dan tidaknya gelombang air laut itulah yang bakalan di perdebatkan. Alex menanyai kami satu demi satu tentang ada dan tidak nya. Sebagian besar menjawab ada, karena memang toh bisa dilihat dengan mata kepala bahwa gelombang air laut itu terlihat dengan jelas bergulung-gulung dan secara físika pun membuktikan bahwa dia adalah salah satu bentuk energy. Tapi lantas apakah dia selalu ada? Disemua tempat dan di setiap saat? Aku yang sangat-sangat awam dan sudah sangat di jejali oleh ilmu-ilmu dasar físika tanpa pemahaman logika yang kuat, menjawab bahwa gelombang air laut sebagai sebuah energi berarti kekal adanya, energi itu sifatnya hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Tapi pertanyaan berikutnya ketika gelombang itu berubah menjadi bentuk energi lain, lantas kita bisakah kita menyimpulkan bahwa gelombang itu masih ada? Hmm….sulit jira kita berhenti di situ saja. Karena memang ada dimensi lain misalnya waktu, yang juga harus diperhitungkan. Aku menjawab, gelombang laut disatu tempat bisa menjadi ada tapi setelah itu bisa berubah ke bentuk energy lain jika ada penyebab yang membuat dia berubah, misalnya energy angin, gaya tarik bulan, atau energy besar yang menghambat lainnya. Pertanyaan tidak berhenti sampai di dimensi waktu sebagai pembatas, dia bertanya bisakah kita menyebut bahwa gelombang laut itu ada jika ternyata Tuhan tidak menciptakan bumi? Bisakah kita menyembut gelombang laut itu ada jika ternyata Tuhan tidak menciptakan media apa pun (air) untuk gelombang itu merambat? Bisakah kita menyebut gelombang laut itu ada jika misalnya saat itu Belem ada pengetahuan tentang gelombang/fisika sama sekal.

Ternyata memang itulah yang dinginkan Alex, bahwa akan terjadi banyak pertanyaan dan pengklasifikasian atas jawabannya. Berikut aku mengkutif apa yang dia ungkapkan meski tak sepenuhnya aku mengerti. Bahwasan-nya eksistensi itu, atau ke-ada-an suatu objek bisa di bagi ke dalam species seperti seperti realitas objektif vs realitas mental, realitas keniscayaan vs kemungkinan, realitas baru vs lama, realitas yang tetap vs yang berubah, realitas tunggal vs berbilang, realitas potensial vs aktual, dan realitas substansi vs aksiden. Intinya inilah pembahasan filsafat, tentang eksistensi dan esensi suatu hal.

Ada satu jawaban dari seorang yang cukup membuat-ku juga kagum, sebutlah Nurul. Dia bilang bahwa sebenarnya tidaklah kita susah-susah membagi-bagi dan bertanya-tanya serta merunut secara detail toh semuanya sudah dijelaskan dalam Al Qur’an. Bahwa sanya baik itu gelombang, apa pun itu halnya selama dia adalah bukan Tuhan / Allah berarti dia mahluk. Dan mahluk itu sifatnya FANA karena KEKAL itu hanya sifat wajib TUHAN. Oleh karena itu, keberadaannya atau eskistensi sebuah gelombang jelaslah fana atau tidak ada, karena yang ada itu hanya TUHAN.

mmm…kembali ini, pemikiran logis dari seorang mantiqyun sejati seperti Nurul yang mematahkan perbincangan Alex tentang eksistensialitas sebuah hal. Aku sepenuhnya setuju dengan Nurul, tapi lantas pemikiran2 Alex pun diperlukan di dunia ini, karena inilah sebenarnya batasan ruang lingkup hidup kita. Dimana di dunia kita berkewajiban menjadi seorang khalifah yang mampu memproyeksi berbagai potensi menjadi sebuah realitas ilmu atau rekayasa dan inovasi. Pemikiran-pemikiran Alex tentang eksistensi dan esensi hanya dalam satu jam saja telah mengingatkan-ku kembali akan sebuah ilmu dasar físika. Jika saja hal ini dijadikan kebiasaan, maka bukan tidak mungkin pola pikir kritis akan terbentuk. Inilah kupikir yang diperlukan agar manusia tetap bisa tumbuh dalam potensi-nya, sebuah pola pikir kritis dan kebiasaan mempertanyakan dan mencari jawaban atas berbagai hal.

Terima kasih Alex dan Nurul. Dari satu hari saja..

February 12, 2008

Permasalahan keluarga dan kaitannya dengan puasa

by Ustad Rusli Malik

Permasalahan paling mendasar yang biasanya menjadi sumber ketidak harmonisan keluarga adalah seputar “perut dan di bawah perut”, yang sepertinya sudah menjadi barang jelas tanpa perlu didefinisikan ulang lagi. Meskipun biasanya ada pemicu-pemicu lain, tapi ketika di runut, hal yang paling mendasar yang menjadi inti permasalahan timbulnya ketidak-harmonisan rumah tangga adalah seputar “perut dan dibawah perut”. Apa sih “perut dan dibawah perut” itu? Saya asumsikan anda mengerti.

Sedikit hal dan fakta tentang ke-berkeluarga-an dalam islam

Sebenarnya penjelasan dan fakta yang disampaikan oleh ustad cukup banyak, tapi setidaknya yang terekam dalam kepala saya adalah seperti ini:
Stabilitas keluarga itu penting. Sebagai wadah pendidikan anak, dirasa tidak akan berhasil membentuk pribadi anak yang soleh dan solehah jika tidak ada ketenangan di dalamnya. Satu point juga bahwasannya di dalam Al Qur’an hampir semua riwayat Nabi dan Rasul selalu dilengkapi dengan hal tentang keluarga-keluarga mereka. Nabi Adam a.s dengan Ibu Hawa, Nabi Ibrahim a.s dengan Hajar dst -> supaya tentunya kita bisa mengambil pelajaran dan petunjuk dalam membina keluarga kita. Hal yang perlu diingat bahwa fakta-fakta keluarga para nabi tidak selalu dalam track record bagus, ada juga yang tidak, dan hal ini sesuai dengan polemik yang ada (terlepas dari kurun waktu), oleh karena itu Allah swt banyak sekali memberi petunjuk dalam Al Qur’an melalui sejarah para Nabi dan keluarga nya.

Dan saking pentingnya pula tata cara berkeluarga ini dijelaskan dalam ayat-ayat Al Qur’an sangat detail: dari mulai memilih pasangan (budak islam lebih baik dari pemuda/i merdeka, kaya, berstatus sosial tinggi dan menarik hati), hal tentang menikahnya sendiri, hal tentang warisan, sampai hal tentang talaq dan hal-ikhwal mengatur urusan rumah tangga dalam berbagai kondisi disebutkan dalam Al Qur’an (simak An Nisa: 4, 23, 24, 25, Luqman:14, Al Ahqaf:15, Ali Imran: 14, Al-Hujarat:13, Al Baqarah:187, 221, 223, 236, An Nur: 3, 26 dan seterusnya-seterusnya).
(Padahal jumlah ayat Al Quran yang menjelaskan perihal sholat saja tidak sebanyak yang menjelaskan tentang per-keluarga-an; tanpa bermaksud membandingkan nilai dan makna antara dua hal tersebut). Sebagai informasi, ayat alquran yang menjelaskan tentang sholat dalam prakteknya hanya menjelaskan bahwa itu adalah ibadah yang terdapat di dalamnya berdiri dan sujud, sehingga kita dalam prakteknya mencontoh kepada Rasulullah saw (Al Qur’an tidak dengan detail memberikan referensi tentang ini).

-- Al Isra: 78-79
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا#
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا#

[78] Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). [79] Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.

– Az Zumar: 39
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran).

-- Al Insan: 26
وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا

(Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari).

Nyata-nyatanya petunjuk tentang tata cara berkeluarga ini lebih banyak ditemukan dalam Al Qur’an di bandingkan bahkan dengan petunjuk tentang tata cara sholat sekalipun. Ini sedikitnya memberikan gambaran bahwa berkeluarga itu memerlukan pengetahuan, perencanaan dan betapa Allah swt membekali kita dengan sekian banyak pengetahuan melalui Al Qur’an agar kita berhasil dalam berkeluarga.

Bahwa ber-keluarga itu adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah swt.

Ayat 21 surah Ar Ruum yang biasa dijadikan pembuka di pernikahan.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

(Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir).

Bahwa diciptakannya pasangan atau berpasangan adalah tanda kebesaran allah (ayaatihi). Karena apa? agar jiwa-jiwa itu tenang. Ke-TENANG-an ini adalah kebutuhan fitrah/mendasar manusia, dan dengan ke-maha pengasih-anNya, Allah swt berikan petunjuk bahwa itu akan tercapai melalui berkeluarga. Makanya bagi yang tidak menikah jiwanya tidak akan merasa tenang. Dan tentunya, mereka yang tidak menikah adalah bertentangan dengan kebesaran Allah Swt. Dan tidak dibenarkan dalam islam untuk tidak menikah.

Bagaimana puasa dapat menunjang kita menjadi jiwa yang tenang – mereduksi konflik dalam keluarga?

Bahwa potensi puasa untuk menjadikan kita mencapai nilai harmonis dan mawaddah - tenang dalam keluarga sangat tinggi. Kenapa? Karena ada dua korelasi besar antara puasa dan konflik keluarga. Seperti sudah sedikit di singgung, sebagian besar permasalahan berkeluarga adalah masalah “perut dan di bawah perut”. Sementara pada hal yang paling mendasar dari puasa adalah menahan diri dari segala hal yang berhubungan dengan “perut dan di bawah perut”. Sehingga secara tidak langsung saja sekarang sudah bisa dilihat bagaimana peran puasa itu seharusnya dapat mengontrol segala konflik yang bersumber dari perut dan di bawah perut, yang implikasi nya secara langsung berarti harus dapat meredam bom atau menyelesaikan semua permasalahan keluarga.


Beberapa point penting yang mungkin perlu diperhatikan.

- Bahwasannya puasa itu mengendalikan urusan “perut dan dibawah perut” agar terkontrol. Di ibaratkan bahwa sebenarnya hal “perut dan dibawah perut” ini adalah bom yang mau meledak. Maka dengan puasa harusnya bom ini bisa diredam, dan dipindahkan konsentrasi nya ke “kepala”. Dengan banyaknya berdzikir, dan berpikir tanpa menghiraukan urusan ”perut dan di bawah perut”. Hal tentang berpuasa ini dijelaskan di Al Baqarah: 183-185, 187. Sudah sangat akrab di telinga perihal Al Baqarah: 183 (tentang kewajiban puasa di bulan Ramadhan)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
(Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa).

Ustad tidak langsung memberikan hal dan penjelesan berhubungan dengan ayat ini tapi dia memberikan point bahasan baru sebagai berikut.

- Puasa memindahkan konsentrasi hal “perut dan di bawah perut” ke “kepala”.
Perihal aturan main dan hal-hal yang berkenaan dengan praktek dijelaskan juga dalam Al Baqarah: 184 dan 187. Tapi yang sering dilupakan adalah ayat yang sebenarnya menjadi pondasi utama yang menjadi latar belakang kenapa kita di wajibkan berpuasa. Yaitu Al Baqoroh: 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

((Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur).

Satu point penting bahwa Al Qur’an lah yang menjadi latar belakang kita berpuasa di bulan Ramadhan. Untuk menghormati diturunkan nya ayat-ayat Allah, petunjuk dan pembeda yang seyogyanya menjadi rule of conduct dalam hidup kita. NAH jika pada 11 bulan lainnya kita berkutat dalam berbagai hal secara mungkin semrawutan, pada bulan Ramadhan ini, konsentrasi kita dituntut untuk berpindah ke Al Qur’an. Kita dianjurkan tidak saja memperbanyak membacanya tapi juga mempelajari Al Qur’an. Memahami, menghafalkan dan mengamalkan Al Qur’an se-komprehensive mungkin adalah senantiasa menjadi tajuk-nya Ramadhan. Karena pada bulan inilah dia (Al Qur’an) pertama kali diturunkan. Sedemikian konsentrasi kita sebaiknya berpindah ke kepala, menjadi manusia yang berpikir dengan memberikan porsi lebih banyak waktu untuk ber-kencan dengan Al Qur’an, dan tidak lagi mengurus hal-hal duniawi termasuk di dalamnya hal-hal ”perut dan di bawah perut”. Maka serta merta, permasalahan-permasalahan keluarga itu seharusnya TIDAK ADA dan tereduksi sebagai konsekwensi logis atas melakukan puasa. Ustad mengemukakan keheranan beliau karena ternyata secara statistic melihat kenyataan yang ada pada bulan Ramadhan “tingkat perceraian meningkat” dan “kebutuhan makanan juga meningkat”. Setidaknya dapat dengan jelas dilihat bahwa tujuan berpuasa di kebanyakan masyarakat sekarang BELUM BERHASIL memindahkan urusan “perut dan bawah perut” ke kepala.

Dengan memindahkan pusat konsentrasi diharapkan kita memanfaatkan makanan untuk berpikir. Hilangkan konsep {berpikir untuk makan/mengejar dunia dan kekayaan untuk bisa makan}. Tetapi kebalikannya {makan untuk berpikir}. Dan bahwasannya tanpa makan pun harus tetap bisa berpikir.

- Pemindahan konsentrasi tersebut bertujuan akhir TAQWA. Dari sini, ustad mengajak kembali ke Al Baqarah: 183 tentang perintah berpuasa. Bahwasannya ayat ini dimulai dengan يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
Dan diakhiri dengan لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“….agar kamu sekalian bertaqwa”. Disini sangat straight forward bahwa tujuan berpuasa itu adalah taqwa. Lantas apa itu taqwa? Yang paling gampang marilah kita merujuk ke Al Imran: 133-135

133. وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
134. الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
135. وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ


[133] Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa [134] (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. [135] Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

Lihatlah definisi di atas tentang taqwa, serta merta tercapai semua jika kita melaksanakan puasa. Berinfaq, shadaqoh, menjaga amarah dan banyak memohon ampun adalah termasuk bagiaan dari keutamaan PUASA. Maka jelas sekali implikasi akhir dari puasa sebeneranya, jika tadi saya berbicara soal mereduksi permasalahan keluarga, ada tujuan akhir yang lebih tinggi. Hilangnya konflik berkeluarga tersebut tercapai dengan sendiri nya hanya sebagai nilai bawaan proses / hasil samping proses karena sebenernya TAQWA lah yang menjadi tujuan akhirnya. Karena sekali lagi penghargaan tertinggi atas manusia itu tidak didasarkan akan atribut duniawi “perut dan di bawah perut” tapi oleh “isi kepala”nya, oleh tingkat ketaqwaannya. Oleh karena itu jelaslah bahwa berpuasa itu adalah untuk kita sendiri, rugilah mereka yang tidak menjalankan dengan sebaik-baiknya.

Satu hal yang dijadikan point sindiran di sini oleh ustad. Bahwa puasa itu tidak terbatas pada urusan perut, tapi juga menyangkut mengontrol emosi. Dan ingat sekali lagi tujuan akhir nya adalah taqwa, sedemikian ketika kita berbuka puasa, bukan berarti selesai sudah tujuan akhir. Taqwa tetap harus ada dalam kepala. Bukan berarti ketika magrib datang lantas semena-mena kita mengumbar bicara, bergosip dan tidak menjaga hati. Datangnya berbuka hanya menandakan diperbolehkannya perihal “makan dan syahwat” tapi itu tetep harus dibatasi. Banyak berdzikir, membaca Al Qur’an dan meminta ampun senantiasa terus disempurnakan. Makanya ada amalan-amalan qiyamul lail – witir bahkan i’tikaf dianjurkan untuk diperbanyak di bulan Ramadhan.

- Puasa meninggalkan yang halal. Seperti sudah dijelaskan tadi tentang tujuan akhir puasa adalah TAQWA. Nah dalam runut prosesnya ada hal-hal yang dikontrol dari segi akhlak seperti dijelaskan dalan Ali Imron 133-134 yang juga diamalkan selama bulan ramadhan, dan seperti telah di jelaskan dalam uraian di atas. Lantas dalam hal lahiriyah, yaitu puasa tidak makan dan minum dengan batas-batas waktu sesuai Al Baqarah:187. Tentunya hal yang diperintahkan oleh Allah swt dalam korelasinya harus benar satu sama lain. Dalam hal ini, menahan tidak makan dan tidak minum berarti juga harus mempunyai tujuan sama, yaitu Taqwa. Lantas bagaimana prosesnya?
Kenapa menahan makan dan minum bisa meningkatkan derajat sampai ke level taqwa?
Bagi yang islam awam maka, mereka didefinisikan secara kasar sebagai islam hanya dengan bersaksi atas ketauhidan Allah SWT sebagi Rab-nya dan tak mempersekutukanNya serta atas Muhammad Saw sebagai utusan Allah Swt. Mereka yang islam awam akan senantiasa menghindarkan diri dari hal-hal yang HARAM. Nah jika meningkat satu level derajat ke imanannya, dia tidak hanya menghindarkan diri dari yang haram tapi juga menghindarkan dari hal-hal yang SYUBHAT. Nah pada tingkatan lebih tinggi nya lagi bukan saja yang syubhat tapi juga dari yang HALAL (makan-minum-berhubungan suami istri). Lihatlah bahwa makan, minum dan berhubungan suami istri itu adalah halal, tapi ketika berpuasa pada bulan ramadhan, hal-hal tadi tidak dilakukan. Maka tidak salah lagi bagi yang BENAR-BENAR berpuasa pada bulan Ramadhan, konsentrasi nya hampir seluruhnya terpindah ke kepala, banyak berdizikir, memohon ampun, belajar, ber-amal dan beribadah maka akan meningkat akan meningkatlah derajatnya.